SUMENEP, Suaraindonesia.co.id- Canteng Koneng (Cako) terus berupaya menghadirkan beragam inovasi, dalam dunia batik nasional.
Seolah ingin mematahkan stereotipe atau anggapan kuno, bahwa pembatik hanya berasal dari kalangan orang dewasa. Produsen batik asal Sumenep ini, mengandeng para anak muda, dari GenZ hingga milenial.
Hal tersebut dibenarkan langsung oleh Owner Batik Cako Didik Haryadi, saat dihubungi oleh Suaraindonesia.co.id, Senin (02/10/2023) bertepatan dengan Hari Batik Nasional.
Dia menjelaskan, langkah tersebut diambil guna menciptakan warna dan nuansa baru dalam dunia perbatikan. Sekaligus, mematahkan stereotipe kono yang kerap melekat dalam batik tradisional.
Oleh sebab itu sejak awal, Cako telah merekrut dan mempekerjakan para milenial untuk memproduksi batik miliknya, mulai dari desain hingga tahap pendistribusiannya.
Didik mengaku dengan cara tersebut, para anak muda tidak lagi hanya sekedar menjadi pemakai atau konsumen batik saja, akan tetapi juga desainer dan produsen.
"Hari ini tidak hanya pemakainya dari kalangan milenial namun pembatiknya pun begitu," imbuhnya.
Dirinya menambahkan agar batik tak lagi terkesan kuno, tentu diperlukan inovasi-inovasi baru dalam dunia perbatikan yang mampu menghadirkan desain-desain modern sehingga bisa menarik perhatian kaula muda.
Hal pertama yang perlu dilakukan ujar Didik adalah mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) dari kalangan anak muda putra-putri daerah. Lalu pengerjaannya dilakukan menggunakan cara-cara yang dekat dengan keseharian mereka.
Salah satu yang telah Cako lakukan ialah membuat sketsa untuk batik yang akan diproduksi. Cara tersebut merupakan pembaharuan dalam dunia perbatikan yang dicetuskan oleh rumah produksi batik asal Sumenep tersebut.
"Hari ini batik kita disketsa, kita bikinkan desainnya dulu sehingga kita sudah tahu bagaimana penempatan-penampatan desain batik yang akan kita aplikasikan pada kain," paparnya.
Lebih lanjut, Didik menjelaskan cara itu terbukti membuat batik tidak lagi terkesan kuno sehingga ia diminati oleh banyak kalangan.
"Hari ini tidak hanya kalangan Dewata saja. Namun, banyak pengusaha milenial banyak Kementerian bahkan presiden sudah memakai batik karya anak muda bangsa kita," ungkapnya.
Selain itu, Cako juga berani bermain dalam motif batik, bahkan motif-motif tersebut cenderung melawan pakem yang ada selama ini.
Menurut Didik hal tersebut erat kaitannya dengan perubahan yang ingin ia bawa dalam dunia perbatikan. Apalagi dirinya menggandeng anak muda untuk melakukan hal tersebut.
Sehingga kata Didik perlu diperhatikan pula kesejahteraan para pembatik ke depannya jika tidak mau melakukan perkembangan zaman.
Sebab menurutnya mempertahankan pakem lama tanpa mempertimbangkan nilai jual tidak akan menarik perhatian anak muda.
"Ini merupakan pilihan. Namun, ini juga merupakan nilai tambah yang luar biasa kita kejar ya," tegasnya.
Meski begitu, Didik mengaku tak ragu melestarikan kekayaan batik tradisional sebab proses yang ia lakukan sejatinya juga bersumber dari cara-cara lama.
Hingga saat ini, dengan cara dan perubahan yang mereka lakukan, Cako sukses menjadi kiblat dalam dunia perbatikan.
"khususnya di kabupaten Sumenep hampir 90 persen," tutupnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Wildan Mukhlishah Sy |
Editor | : Wildan Muklishah |
Komentar & Reaksi