SUMENEP- Kabupaten Sumenep menjadi peringkat ke dua, sebagai daerah dengan kasus campak tertinggi di Madura.
Hal tersebut berdasarkan data dari Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana (Dinkes dan KB) Sumenep pada tahun 2022 lalu.
Diketahui, dari 102 anak yang dijadikan sample, sebanyak 54 anak dinyatakan positif campak.
Menghadapi tingginya angka pasien campak, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Moh. Anwar Sumenep, mengatakan pihaknya memiliki tiga dokter spesialis anak, yang siap untuk menangani kasus tersebut.
Kendati demikian, Humas RSUD dr Moh Anwar Arman Endika Putra menjelaskan, RSUD merupakan penanganan tingkat lanjutan, maka anak-anak penderita campak akan terlebih dahulu mendapatkan perawatan di Puskesmas terdekat, dengan pemberian obat yang telah tersedia sebelumnya.
Dirinya mengatakan, sejatinya campak merupakan penyakit yang, jumlah penderitanya dapat ditekan melalui kegiatan vaksin.
"Campak itu juga penyakit yang sudah lama ada, penanganannya akan berbeda dengan kemarin kita menghadapi Covid-19. Campak ini sudah tersedia banyak obatnya," ucapnya.
Namun, dirinya mengakui memang terdapat beberapa penyakit lain yang membuat dampak dari campak menjadi semakin parah.
Maka, jika nantinya ada pasien yang memerlukan penanganan lebih lanjut, pihaknya mengaku siap untuk memberikan pelayanan terbaiknya.
"Kami siap dengan kondisi itu, di kami ada tiga dokter spesialis anak yang siap memberikan pelayanan terkait campak tersebut," tuturnya.
Pria yang biasa dipanggil Arman tersebut, membeberkan efek penyakit campak bagi anak-anak yang menderita infeksi akibat kekurangan gizi, biasanya akan mengalami efek yang berbeda, jika dibandingkan mereka dengan gizi yang cukup.
"Tentu berbeda dengan mereka yang gizinya cukup," ucapnya.
Untuk itu, dirinya mengingatkan pentingnya pemberian imunisasi, kepada anak-anak di usia emasnya. Sehingga, harapannya dapat terbangun sistem imun yang kuat, untuk menghadapi berbagai macam penyakit.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Wildan Mukhlishah Sy |
Editor | : Imam Hairon |
Komentar & Reaksi