SUARA INDONESIA SUMENEP

10 Tahun UU Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010, Bagaimana Dinamika di Situbondo?

- 04 November 2020 | 06:11 - Dibaca 3.27k kali
Sejarah 10 Tahun UU Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010, Bagaimana Dinamika di Situbondo?
Pemugaran gedung eks sekolah Cina di Asembagus, Situbondo tahun 2016.


Oleh: Irwan Rakhday*)


Secara regulatif, UU No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Perda Kabupaten Situbondo No. 3 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Cagar Budaya Daerah dan disusul Perbup No.54 Tahun 2017  sebagai landasan hukum penanganan kecagarbudayaan di Kabupaten Situbondo.


Sejak diundangkannya dalam lembaran negara, implementasi terhadap aturan tersebut bukan tanpa kendala. Sejumlah Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) yang belum diregistrasi memiliki potensi keterancaman kelestariannya, bahkan sebagian sudah musnah.

Ada semacam tumpang tindih skema dari sebuah pola pembangunan yang lantas memiliki dampak tersendiri apabila tidak cermat. Dan tentu hal itu dipahami merupakan dinamika dari sebuah penegakan regulasi, yang kemudian  dilakukan langkah-langkah solutif.


Berangkat dari kesadaran kolektif, baik pemerintah daerah maupun masyarakat, ada sejumlah fakta yang perlahan berjalan serta dipandang sebagai kebijakan yang konstruktif.


Setidaknya, sejak tahun 2016 telah ada upaya-upaya signifikan terhadap upaya pelestarian cagar budaya (CB) setelah mendengar aspirasi sejumlah elemen yang berkompeten, diantaranya:

1.Penyelamatan kecagarbudayaan Gedung Eks Sekolah Cina di Asembagus saat pemugaran, tahun 2016.

2.Penyelamatan kecagarbudayaan Gedung Eks Sekolah Cina/STM Daerah di Panji saat pemugaran, tahun 2017.

3. Penyelamatan struktur cagar budaya di Situs Mellek, Banyuputih saat penambangan pasir, tahun 2018.

4. Penyelesaian final pemugaran Rumah Dinas Residen Besuki, tahun 2019.

5.Pembentukan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Situbondo, tahun 2020.

6.Perekomendasian penetapan 20-an ODCB sebagai CB kepada Bupati Situbondo, tahun 2020.

Pencapaian-pencapaian tersebut tak lepas dari pola komunikasi dan koordinasi serta pelibatan pihak-pihak yang berkompeten khususnya dalam kecagarbudayaan. Hal itu patutlah diapresiasi serta diharapkan menjadi pemantik atas langkah pelestarian kecagarbudayaan di Kabupaten Situbondo ke depan lebih baik. Dianalisis, ada sejumlah prioritas penanganan kecagarbudayaan yang tentunya memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan kebudayaan. Prioritas penanganan itu hendaknya juga dapat seiring sejalan dengan pembangunan yang juga memiliki karakteristik serta muatan kearifan lokal, sehingga terwujud identitas Kabupaten Situbondo yang seutuhnya. 

Sebagai sebuah ilustrasi singkat, bahwa Kabupaten Situbondo sendiri memiliki peradaban serta eksistensi dan peran besar dalam lintasan sejarah masa klasik, misalnya. Sebagai wilayah yang memiliki potensi kemaritiman serta sumber daya alam, diketahui dari referensi serta bukti-bukti arkeologis. Semisal kitab Nagarakertagama yang menyebut dengan 'Balumbung andelan ika karuhun' yang artinya: Balumbung kepercayaan Sang Baginda. Baginda yang dimaksud adalah Raja dari Kerajaan Majapahit yaitu Hayam Wuruk yang berkunjung ke Patukangan pada tahun 1359 Masehi. Keletakan wilayah Balumbung dianalisis berada di sebelah timur wilayah Patukangan yaitu hingga ke Timur Laut Jawa, Situbondo sektor timur. Wilayah Patukangan sendiri pun keletakannya di Panarukan dan sekitarnya. Sebagai wilayah yang 'diperhitungkan' oleh raja tentu wilayah ini yaitu Patukangan dan Balumbung adalah wilayah yang cukup penting bagi Kerajaan Majapahit.

*)penulis adalah pegiat cagar budaya, Anggota TACB Kabupaten Situbondo, Ketua Umum YMBS (Yayasan Museum Balumbung Situbondo)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta :
Editor :

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya